Lompat ke konten

Sakramen Rekonsiliasi

Realitas Hidup sebagai makhluk sosial, manusia selalu merindukan kehidupan bersama yang damai, harmonis dan membahagiakan. Akan tetapi, faktanya menunjukkan bahwa dalam usaha mewujudkan kehidupan yang damai dan harmonis itu tidak selalu mudah. Mengapa? Sebab realitas di sekitar kita memperlihatkan adanya percekcokan, perselisihan, gosip, merasa diri paling benar dengan menunjuk kesalahan atau kekurangan orang lain dsb. Pertanyaan bagi kita bersama ialah mengapa hidup bersama itu tidak selalu mudah? Mengapa mudah sekali muncul konflik, perselisihan, dan ketidakharmonisan dalam kebersamaan kita? Alasan penyebabnya bisa kita cari dari berbagai sudut pandang: psikologis, sosiologis, antropologis, politis dll.

Dari segi religius, kita akan menjawab pertanyaan itu: karena dosa. Dosa menjadi penyebab semua ketidakharmonisan dalam hidup: kelaliman, keserakahan, dengki, pembunuhan, kefasikan dll. Apa penyebab utamanya? Manusia memiliki Concupiscentia (kecenderungan untuk berbuat dosa). Manusia dianugerahi akal budi dan kebebasan. Dua hal inilah yang menyebabkan manusia mudah jatuh dalam dosa.

Sebuah perbuatan dikategorikan dalam dosa jika memenuhi syarat: Mau, Tahu, dan Sadar. Jika ketiga unsur itu terpenuhi, maka perbuatan itu masuk dalam kategori dosa. Dosa itu merusak relasi dengan Allah dan sesama. Oleh karena itu, manusia membutuhkan adanya penyembuhan. Sakramen rekonsiliasi menyembuhkan penyakit berupa kerenggangan hidup bersama Allah dan sesama.

Dalam Dokumen Gereja Lumen Gentium artikel No. 11 ditegaskan: “Mereka yang menerima sakramen tobat memperoleh pengampunan dari belaskasihan Allah atas penghinaan mereka terhadap-Nya; sekaligus mereka didamaikan dengan gereja, yang telah mereka lukai dengan berdosa, dan yang membantu pertobatan mereka dengan cinta kasih, teladan serta doa-doanya.”

Dasar Kitab Suci Sakramen Rekonsiliasi

Perjanjian Lama

Kitab Suci Perjanjian Lama mengenal praktek pertobatan dalam segi ritual dan sikap hidup. Dalam PL, bencana dan penderitaan selalu dihubungkan sebagai akibat dosa dan kesalahan. Konteks dosa dan kesalahan itu adalah seluruh umat bukan perorangan (Yer 2:13.19). Jika seluruh bangsa ingin kembali damai dan Sejahtera maka mereka harus bertobat. Bentuk pertobatannya seperti apa? Berkumpul mengaku dosa (Ezr 9:13), berpuasa (Neh 9:1; Yl 1:14), mengenakan kain kabung (Neh 9:1), duduk di atas abu (Yer 6:26; Yun 3:6), menyampaikan korban bakaran (Im 16:1-19). Tradisi para nabi menegaskan pentingnya pertobatan batin dan sikap hidup dalam dimensi sosial (Yes 58:6-7). Akhirnya, seluruh pertobatan itu merupakan kasih karunia Allah sendiri bagi umat-Nya (Mzm 51:12).

Perjanjian Baru

Dalam karya-Nya di dunia, Yesus mewartakan pertobatan untuk menyambut Kerajaan Allah. “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu” (Mrk 1:4). Dengan pertobatan, orang akan memperoleh pengampunan dosa. PB menghubungkan pengampunan dosa dengan soal penyembuhan (Mrk 2:1-12). Kuasa untuk mengampuni dosa dimiliki oleh Yesus Kristus dan kini diberikan kepada Gereja lewat Petrus dan para penerusnya. Pengampunan dosa dilimpahkan oleh Yesus: Terimalah Roh Kudus, jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada (Yoh 20:22-23).

Daya Guna Sakramen Rekonsiliasi

Dengan menerima sakramen rekonsiliasi, kita memperoleh pendamaian berikut: 1. Rekonsiliasi dengan Allah, 2. Rekonsiliasi dengan Gereja, 3. Rekonsiliasi dengan semua makhluk dan alam lingkungan. 4. Pengampunan dosa dan pembaruan hidup. Mengingat betapa berharganya daya guna sakramen rekonsiliasi ini, maka dicantumkan dalam lima perintah Gereja: Mengaku dosalah sekurang-kurangnya sekali setahun.

Sakramen Rekonsiliasi Menurut Kitab Hukum Kanonik

  • Kan. 959 – Dalam sakramen tobat umat beriman mengakukan dosa-dosanya kepada pelayan yang legitim, menyesalinya serta berniat untuk memperbaiki diri, lewat absolusi yang diberikan oleh pelayan itu, memperoleh ampun dari Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukannya sesudah baptis, dan sekaligus diperdamaikan kembali dengan Gereja yang mereka lukai dengan berdosa.
  • Kan. 965 – Pelayan sakramen tobat hanyalah imam.
  • Kan. 966 – § 1. Untuk sahnya absolusi dosa dituntut bahwa pelayan memiliki, disamping kuasa tahbisan, juga kewenangan melaksanakan kuasa itu terhadap umat beriman yang diberi absolusi.
  • Kan. 970 – Kewenangan menerima pengakuan jangan diberikan kecuali kepada para imam yang terbukti cakap melalui ujian, atau yang kecakapannya telah nyata dari cara lain.

Rahasia Sakramental

  • Kan. 983 – § 1. Rahasia sakramental tidak dapat diganggu gugat; karena itu sama sekali tidak dibenarkan bahwa bapa pengakuan dengan kata-kata atau dengan suatu cara lain serta atas dasar apapun mengkhianati peniten sekecil apapun.
  • Kan. 984 – § 1. Bapa pengakuan sama sekali dilarang menggunakan pengetahuan yang didapatnya dari pengakuan yang memberatkan peniten, juga meskipun sama sekali tidak ada bahaya membocorkan rahasia.
  • Kan. 1388 – § 1. Bapa pengakuan, yang secara langsung melanggar rahasia sakramental, terkena ekskomunikasi latae sententiae yang direservasi bagi Takhta Apostolik; sedangkan yang melanggarnya hanya secara tidak langsung, hendaknya dihukum menurut beratnya tindak pidana.